Paroki Harapan Indah Bekasi

Oleh: Petrus Danan Widharsana
Memahami Tritunggal Mahakudus (Trinitas) dapat dilakukan dari berbagai perspektif. Dalam tulisan ini, saya mengambil inspirasi dari Kitab Suci untuk menjelaskan hakikat Allah yang satu dalam tiga pribadi.
Allah adalah Pencipta Semesta Alam
Kitab Kejadian 1:2-3 menggambarkan penciptaan alam semesta: “Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air. Berfirmanlah Allah: ‘Jadilah terang.’ Lalu terang itu jadi.”
Perhatikan bagaimana ayat ini menunjukkan adanya Roh, Allah (Bapa), dan Firman. Kemahakuasaan Allah tampak dari daya hidup-Nya, yaitu Roh-Nya. Daya hidup ini diaktualisasikan dalam kasih melalui penciptaan alam semesta yang dilakukan oleh Firman-Nya. Firman yang kekal ini kemudian menjadi manusia, yaitu Yesus (Yoh 1:14). Itulah mengapa Yesus disebut Firman Allah (Yoh 1:1-3).
Melalui Yesus, kuasa dan kasih Allah bekerja untuk menyelamatkan manusia yang tidak mampu menyelamatkan diri mereka sendiri. Campur tangan Allah mutlak diperlukan agar manusia dapat kembali kepada-Nya. Sebagaimana Yesus menyatakan: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yoh 14:6). Ini juga selaras dengan tulisan Santo Yohanes: “Sebab ada tiga yang memberi kesaksian di dalam sorga: Bapa, Firman dan Roh Kudus; dan ketiganya adalah satu” (1Yoh 5:7). Ini adalah gambaran awal tentang kesatuan dan kerjasama ilahi dalam penciptaan dan penyelamatan.
Allah Adalah Kasih
Kitab Suci menyatakan dengan jelas: “Allah adalah kasih” (1Yoh 4:8). Hakikat Allah adalah kasih, sehingga kita sering menyebut-Nya “Maha Pengasih dan Penyayang.” Namun, pernahkah kita merenungkan: mungkinkah Allah mengasihi jika di dalam Diri-Nya tidak ada pengalaman kasih? Pertanyaan ini mungkin sulit dijawab secara rasional, tetapi ada fakta historis yang dapat membantu kita merenungkannya.
Kaisar Roma Friederich II (1194-1250) pernah melakukan percobaan yang berusaha memisahkan bayi dari komunikasi manusia lain untuk melihat hasil perkembangannya. Ia ingin mengetahui bahasa apa yang pertama kali digunakan Adam dan Hawa. Namun, eksperimen ini gagal total; anak-anak itu hanya menggunakan bahasa tubuh, dan akhirnya meninggal. Tanpa komunikasi dan kasih, manusia tidak dapat hidup.
Jika demikian, kita percaya bahwa Allah adalah Allah yang hidup dan penuh kasih. Ini berarti hakikat Allah adalah keterhubungan. Di dalam Diri Allah, selalu ada komunikasi: ada yang mengasihi, ada yang dikasihi, dan ada kasih itu sendiri. Inilah esensi dari Tritunggal Mahakudus. Pewahyuan Tritunggal Mahakudus tak lain adalah pewahyuan bahwa Allah adalah kasih. Kasih inilah yang melimpah keluar dalam wujud penciptaan alam semesta, khususnya manusia.
Manusia adalah Gambar Allah
Kitab Kejadian 1:26 mencatat firman Allah saat menciptakan manusia: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita.” Ini menunjukkan bahwa secara langsung maupun tidak langsung, Allah memberi petunjuk bahwa untuk memahami keberadaan Allah, kita perlu merenungkan keberadaan manusia itu sendiri, yang adalah misteri.
Santo Paulus dalam dalam suratnya kepada jemaat di Tesalonika mengatakan: “Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita.” (1 Tesalonika 5:23) Perhatikan bahwa Paulus menuliskan hakikat manusia yang adalah tritunggal: roh, jiwa, dan tubuh.
Atas dasar ini, kita menyadari bahwa kita tidak dapat memahami sepenuhnya manusia lain, bahkan diri sendiri, karena jiwa dan roh tidak dapat kita lihat. Kita hanya bisa melihat tubuhnya. Apa yang tampak di luar belum tentu sama dengan apa yang ada di dalam jiwa dan rohnya. Keberadaan manusia bukan hanya jasmani, melainkan juga rohani. Semua orang dapat membedakan manusia hidup dan manusia mati; yang satu memiliki jiwa dan roh, yang sudah menjadi mayat hanya memiliki tubuh. Ini adalah fakta yang tak terbantahkan.
Jika manusia saja demikian, yang adalah ciptaan, apalagi Allah yang menciptakan manusia! Kesamaan “tiga menjadi satu dan satu menjadi tiga” ini tecermin dalam diri manusia, menjelaskan mengapa manusia adalah misteri. Jika manusia adalah misteri, apalagi Allah! Namun, misteri manusia dapat terbuka sedikit demi sedikit ketika manusia mengkomunikasikan dirinya lewat kata-kata, sikap, dan perbuatannya. Kita bisa memperkirakan siapa seseorang dari perkataan dan tindakannya.
Demikian juga Allah. Lewat Yesus, Allah mengkomunikasikan Diri-Nya kepada kita, sehingga kita dapat lebih memahami makna Allah Maha Pengasih dan Penyayang. Misteri Allah terkuak (walaupun tidak sepenuhnya) melalui Yesus.
Dengan demikian, kita dapat mengatakan bahwa Allah Bapa ada dalam Diri Allah Putra, dan Allah Roh Kudus ada di dalam keduanya, selama kita memahami maknanya sebagai keterhubungan dan kesatuan ilahi.
Semoga uraian singkat ini membantu dalam memahami Tritunggal Mahakudus. Berkah Dalem.
Leave a Reply