Hakim Pengadilan Terakhir
Minggu, 22 November 2020
Add Comment
“Maka Ia akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku” (Mat 25:45)
Hakim Pengadilan Terakhir
Dalam suatu pembicaraan tercetus bagaimana orang yang katanya beragama ternyata tidak takut dengan Allah. Bagaimana dikatakan takut kalau orang menganggap Allah tidak mengetahui dan senantiasa membiarkan orang korupsi? Kalau Allah yang (katanya) Mahakuasa tidak ditakuti, bagaimana dengan sesama yang fana? Di Hari Raya Kristus Raja ini, aku merenungkan tentang Allah yang berbelaskasih, bukan Allah yang menakutkan dan memberikan ancaman hukuman bagi umat manusia yang tidak tunduk kepadaNya.
Tradisi iman sebagaimana dalam Kitab Suci (lih. Yeh 34:11-12; Mat 25:45) menunjukkan betapa Allah sungguh memerhatikan hidup umat manusia. Allah merasa prihatin atas ulah umat manusia yang tidak memerhatikan bahkan menindas sesamanya. Allah berulang kali mengingatkan dan memberi kesempatan kepada umat manusia yang menyimpang dari jalanNya bagaikan gembala yang mencari domba-dombanya (cf. Yeh 34:16).
Lalu, pikirku, mengapa ada pengadilan terakhir yang menyingkirkan sebagian umat manusia yang menyimpang? (cf. Mat 25:46) Pewartaan tentang Sang Hakim pada saat pengadilan terakhir haruslah memerhatikan sungguh siapakah “penampakan” Allah dalam kehidupan nyata umat manusia. Mereka yang kecil, lemah, miskin, dan tersingkir harus sungguh diperhatikan. Memerhatikan mereka sama halnya dengan memerhatikan Allah. Menyingkirkan mereka sama halnya dengan menyingkirkan Allah. Maka, berhadapan dengan mereka, orang dituntut untuk mengambil sikap dan bertindak jelas di hadapan Allah: menerima atau menolak. Sikap dan tindakan terhadap mereka sama halnya dengan sikap dan tindakan terhadap Allah.
Mengacu pada pewartaan tentang Kerajaan Allah beberapa minggu yang lalu aku berpikir tentang figur Allah bagi semua orang. Allah menghendaki orang berkembang dan mengembangkan “talenta” masing-masing. Dalam konteks belas kasih terhadap sesama yang lemah, orang dituntut untuk mengungkapkan dan mewujudkan tanggung jawab sosialnya. Kasih kepada Allah menjadi motivasi dasar bahkan sejajar dalam mengasihi kepada sesama. Adalah omong kosong, pikirku, bila orang mengasihi Allah tetapi menyia-nyiakan hidup sesamanya.
Oleh karena itu, pikirku, pengadilan terakhir merupakan saat dimana orang memertanggungjawabkan “talenta” yang telah diberikan Allah. Apakah telah berkembang ataukah tetap atau bahkan berkurang dan hilang? Umat beriman tentulah tahu bahwa perkembangan talenta menunjuk pada perubahan yang terjadi pada kehidupan sesama yang menjadi baik atau lebih baik. Ini menunjukkan bahwa orang ikut bertanggung jawab atas
pengembangan “talenta” sesamanya.
Penulis : Slamet Harnoto & Publisher : Fabianus William - Tim PARPOL [Partisipan Pelayan Online] Paroki Harapan Indah Bekasi
0 Response to "Hakim Pengadilan Terakhir"
Posting Komentar
Mohon berkomentar secara bijaksana, bersudut pandang positif dan menyertakan identitas di akhir komentar (walaupun fasilitas komentar tanpa nama). Satu lagi mohon tidak meninggalkan komentar spam !
Terima Kasih | Tim KOMSOS St. Albertus Agung Kota Harapan Indah