Ketidakpedulian Terhadap Undangan Allah
“Maka pergilah hamba-hamba itu dan mereka mengumpulkan semua orang yang dijumpainya di jalan-jalan, orang-orang jahat dan orang-orang baik, sehingga penuhlah ruangan perjamuan kawin itu dengan tamu” (Mat 22:10)
Ketidakpedulian Terhadap Undangan Allah
Pernahkah Anda mencermati orang-orang yang berdiri di depan pintu tempat resepsi? Mereka menjaga buku tamu! Mereka meminta tamu yang datang untuk menulis nama dan tanda tangan. Untuk apa? Salah satu kepentingannya yang kutahu adalah agar tuan yang empunya resepsi mengetahui kehadiran mereka yang diundang. Mungkin suatu saat nanti akan membalas mereka yang telah datang.
Bagaimana jikalau yang datang itu tidak dikenal? Mereka tamu yang tidak diundang. Tuan empunya resepsi tentu akan “tercengang”: ruangan penuh tamu tapi tidak diundang! Siapakah mereka? Ke mana yang diundang? Inilah yang terjadi dalam gambaran tentang perjamuan ilahi. Banyak orang diundang tetapi tidak datang memenuhi undangan. Banyak tamu yang datang, tapi tidak dikenali. Mereka yang diundang asyik dengan urusan masing-masing. Mereka tidak peduli dengan empunya perjamuan yang telah menghabiskan banyak kekayaannya untuk perjamuan bagi mereka.
Aku diundang untuk berpesta bersama Allah. Aku diundang untuk bergembira bersama dengan Allah. Tentu Anda akan sangat setuju kalau aku sudah seharusnya memenuhi undangan itu. Tapi kenyataan mengatakan tidak selalu begitu! Aku cenderung mementingkan diriku sendiri. Aku asyik dengan diriku sendiri. Aku mengejar cita-citaku sendiri dan tidak peduli dengan undangan dari Allah. Aku tidak peduli dengan kebahagiaan dan kegembiraan yang disediakan untukku, karena aku harus meninggalkan segala sesuatu yang kupikir membahagiakan diriku.
Jikalau demikian, maka diriku haruslah ikhlas jikalau mereka yang tidak diundang justru yang menikmati kegembiraan bersama dengan Allah. Aku harus hidup dalam kesemuan kebahagiaan sebagaimana ada dalam lamunanku. Ini menunjuk pada ketersingkiran diriku pada hakikat hidup itu sendiri. Orang berbahagia tidak ditentukan oleh harta, kekuasaan, dan terpuasnya segala hasrat. Harta, kekuasaan, dan hasrat hanyalah mengekang orang, bahkan memenjarakannya dalam ketidakpuasan, ketidakbahagiaan.
Situasi pandemi yang tidak jelas kapan berakhirnya menyadarkan diriku akan arti keselamatan diriku. Apalah arti harta dan kekuasaan jikalau tidak sehat dan terancam hidupnya? Pengalaman sakit gigi memperjelas situasi pandemi. Aku lapar, tapi tidak dapat makan. Lapar bukanlah lauk yang paling enak, seperti kata orang kebanyakan. Tapi sehat ... yang membuatku enak makan.
Maka, aku tidak bisa tidak peduli pada
undangan Allah. Aku harus mengesampingkan segala kegiatan tatkala Allah
mengundangku untuk ikut dalam pesta surgawi. Semoga Anda juga demikian. Amin.
~o0o~
0 Response to "Ketidakpedulian Terhadap Undangan Allah"
Posting Komentar
Mohon berkomentar secara bijaksana, bersudut pandang positif dan menyertakan identitas di akhir komentar (walaupun fasilitas komentar tanpa nama). Satu lagi mohon tidak meninggalkan komentar spam !
Terima Kasih | Tim KOMSOS St. Albertus Agung Kota Harapan Indah