Jangan Tertular "Dosa"
Minggu, 06 September 2020
Add Comment
“Apabila saudaramu berbuat dosa, tegurlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali” (Mat 18:15)
6
September 2020 Minggu
Biasa XXIII Minggu
Kitab Suci Nasional
Jangan Tertular “Dosa”!
Lima bulan lebih umat manusia akrab dengan istilah “menular” atau “tertular”. Tentu, istilah tersebut terkait erat dengan virus korona atau penyakit Covid-19. Dari situasi konkret ini, istilah yang sudah sangat familier (“menular” atau “tertular”) dapat dikaitkan dengan “dosa”. “Dosa” bagaikan virus yang dengan mudah (tentulah “cepat”) menular ke orang lain. Ambillah contoh orang yang berkata kasar terhadap sesamanya. Kata-kata kasar yang terdengar itu dapat membuat orang yang dikenainya marah. Akibatnya orang tersebut dapat membalas entah dengan kata-kata yang kasar (atau lebih kasar) entah dengan kontak fisik. Perbuatan salah atau dosa satu orang menjalar atau “menular” ke orang lain. Orang lain “tertular” dan menjadi ber-“dosa”. “Penularan dosa” ini menunjukkan bahwa “dosa” bersifat sosial. Suatu sikap atau tindakan dosa mengena pada kehidupan bersama. Tidak hanya satu orang tetapi sungguh kebersamaan dikenai oleh dosa.
Sebagaimana vaksin, kasih mengatasi dosa dan keberdosaan. Pewartaan sabda minggu ini mengungkap bahwa kasih orang beriman tampak dari “tegoran”-nya terhadap sesamanya yang berbuat dosa. Orang beriman tidak dapat membiarkan sesamanya larut dalam keberdosaan sebab pembiaran menunjukkan dirinya telah tertular dosa. Meski kenyataannya terjadi pergulatan pribadi, umat beriman (se-)harus(-nya) menegor sesamanya yang berdosa agar dirinya pun terbebas dari “dosa pembiaran”. Tentulah kasih terhadap diri sendiri dan sesama menjadi landasan dan pendorong untuk mengingatkan sesamanya.
Sebagaimana kekebalan komunitas, kebersamaan umat beriman haruslah sungguh dibangun dan dijiwai oleh kasih. Sesama umat beriman tentulah saling memerhatikan, saling mengampuni, saling mengembangkan, dan seterusnya. Kebersamaan kasih umat beriman tentu mampu tidak hanya melumpuhkan dosa dan keberdosaan, tetapi sekaligus juga menangkalnya. Maka, kasih yang membangun dan mengembangkan kekebalan kebersamaan umat beriman terhadap daya rusak dosa haruslah terus-menerus disadari dan dilatih. Tidak hanya secara pribadi, tetapi sekaligus juga bersama-sama mengolah diri, misalnya membangun kesadaran bahwa aku telah disakiti, aku telah menyakiti, aku merasakan pengampunan sesama dan Allah, dan sebagainya. Kesadaran yang terus-menerus dilatih tentu akan membentuk sikap dan pemikiran spontan individual akan kasih terhadap sesama.
Maka, sangatlah penting mengenakan “masker kehidupan”. Masker ini haruslah dikenakan untuk menutupi hidung dan mulut. Keduanya menyimbolkan pintu keluar-masuk “dosa” yang akan merusak jiwa individual. Dengan mengenakan masker, seseorang dapat menyelamatkan diri sendiri dan sesamanya. Masker kehidupan itu adalah hukum kasih (lih. Rom 13:9 “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!”). Hukum kasih yang terpatri di dalam jiwa bagaikan masker yang menutupi (atau melindungi) “alat indera jiwa” terhadap virus dosa. Konkretnya, orang tidak terpancing emosi tatkala melihat perbuatan salah atau dosa sesamanya. Ia justru merasa kasihan terhadap sesamanya. Ia tidak membiarkan sesamanya jatuh atau tercebur ke dalam dosa.
Semoga demikian! Amin!
Penulis : Slamet Harnoto & Publisher : F.X Rudy - Tim PARPOL [Partisipan Pelayan Online] Paroki Harapan Indah Bekasi
0 Response to "Jangan Tertular "Dosa""
Posting Komentar
Mohon berkomentar secara bijaksana, bersudut pandang positif dan menyertakan identitas di akhir komentar (walaupun fasilitas komentar tanpa nama). Satu lagi mohon tidak meninggalkan komentar spam !
Terima Kasih | Tim KOMSOS St. Albertus Agung Kota Harapan Indah