Mengenal Keabadian
Minggu, 24 Mei 2020
Add Comment
“Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus” (Yoh 17:3)
Komunikasi Sedunia
Mengenal
Keabadian
Saat kutulis refleksi ini, aku masih
menjalani rawat jalan. Sudah kujalani tiga minggu lebih, tapi dokter belum
melepaskan diriku. Aku masih harus bolak-balik ke rumah sakit, untuk rontgen
dan periksa darah di laboratorium. Entahlah sampai kapan, aku ikuti saja kemauan
dokter. Mungkin saat refleksi ini ditayangkan aku sudah selesai rawat jalan dan
dinyatakan sehat.
Satu hal menarik selama bolak-balik ke
rumah sakit adalah bahwa saya selalu ditanyakan nama dan tanggal lahir tatkala
mau mengambil hasil rontgen dan laboratorium. Setelah diriku menyatakan nama dan
tanggal lahir dan cocok dengan keterangan yang ada pada hasil penilaian medis,
barulah aku diberi “hasil pemeriksaan” dari ruang radiologi dan laboratorium. Mungkin nama dan tanggal lahir menjadi semacam password atau kata sandi dimana benarlah orang
tersebut pemilik hasil pemeriksaan. Aku tidak tahu hingga saat ini.
Pewartaan Yohanes sangat menarik
perhatianku tentang hidup yang kekal. Sangat melekat di dalam diriku gambaran hidup
kekal: tidak ada kematian! Rasaku, tidak ada kematian memiliki muatan
konseptual yang sama dengan pengenalan akan Bapa dan Yesus Kristus. Pengenalan
akan Bapa dan akan Yesus Kristus merupakan hubungan pribadi bagaikan aku
mengenal orang lain dan cocok dengan kepemilikannya. Namun tentulah pengenalan
itu lebih dari itu. Pengenalan akan Bapa dan Yesus Kristus tentulah suatu
proses kehidupan yang tidak akan pernah berakhir dan tak dapat dibatasi oleh
kata-kata atau ungkapan lainnya. Pada akhirnya toh sesuai dengan pengalaman
konkret: pengenalan itu menunjukkan kedekatan antar-pribadi!
Kedekatan pribadi inilah hidup yang
kekal! Orang yang memiliki kedekatan intim tentulah terjadi penyatuan
antar-pribadi pula. Sering kali tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata, tetapi
orang yang memiliki kesatuan pribadi akan dengan sendiri paham dan tahu harus
berbuat apa terhadap orang yang dikenalinya secara intim. Hati dan pikiran dua
pribadi menyatu. Itu berarti bahwa hidup yang kekal berarti kebersatuan dengan
Bapa dan Yesus Kristus.
Jikalau hidup yang kekal demikian
adanya, maka hidup itu tidak semata menunjuk pada kehidupan sesudah kematian.
Sekarang pun, selama masih di dunia, orang mengalami kekekalan. Meski tidak
dapat menjelaskan dengan kata-kata yang memadai, seseorang memahami dan tahu
siapa Bapa dan Yesus Kristus. Dia mengalami kebahagiaan bersama dengan Bapa dan
Yesus Kristus. Satu-satunya Allah yang benar adalah Bapa, tidak jauh dari
pemahaman manusiawi tentang orang tua laki-laki atau orangtua perempuan. Bapa
memberikan yang terbaik bagi anak-anakNya. Ia senantiasa mengawasi dan mengasihi
anak-anaknya. Demikian pun orang sungguh tahu dan paham akan Yesus Kristus yang
diutus Bapa. Ia memanifestasikan keberadaan Bapa yang mengasihi semua orang.
Bagaimana itu bisa terjadi tentulah
semata karena anugerah. Allah menghendaki demikian. Umat manusia tidak dapat
berbuat apapun karena hak prerogratif keilahian.
Namun dari kacamata imani hal ini sungguh terjadi. Umat beriman mengalami
kekekalan hidup dalam kenyataan konkret. Ia “merasakan” kebersamaan dengan Bapa
dan Yesus Kristus yang dikenalinya. “Perasaan mendalam” ini tentulah melampaui
batas-batas kebahagiaan manusiawi. Tidak cukup kata untuk mengatakan dan
menjelaskannya. Semoga demikian. Amin.
Penulis : Slamet Harnoto & Publisher : F.X Rudy - Tim PARPOL [Partisipan Pelayan Online] Paroki Harapan Indah Bekasi
0 Response to "Mengenal Keabadian"
Posting Komentar
Mohon berkomentar secara bijaksana, bersudut pandang positif dan menyertakan identitas di akhir komentar (walaupun fasilitas komentar tanpa nama). Satu lagi mohon tidak meninggalkan komentar spam !
Terima Kasih | Tim KOMSOS St. Albertus Agung Kota Harapan Indah