Menggerayangi "Pemberontakan"
Minggu, 05 April 2020
Add Comment
5 April 2020 Minggu Palma
Mengenangkan Sengsara Tuhan
“Orang banyak yang berjalan di depan Yesus dan yang
mengikuti-Nya dari belakang berseru, katanya: "Hosana bagi Anak Daud,
diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, hosana di tempat yang
mahatinggi! Lalu Yesus dihadapkan kepada wali negeri. Dan wali negeri bertanya
kepada-Nya: "Engkaukah raja orang Yahudi?" Jawab Yesus: "Engkau
sendiri mengatakannya"” (Mat 21:9, 11)
Menggerayangi ‘Pemberontakan’
Mencermati dua pengadilan yang dialami
Yesus ada satu titik hukuman yang sama, yang mengancam Yesus, yakni hukuman
mati. Eksekusi mati memang berbeda, demikian pula dengan pelaksanaannya.
Mahkamah Agama (Yahudi) mendasarkan diri pada “hujatan terhadap Allah”;
sementara Pengadilan Negeri (Herodes dan Pilatus) mendasarkan diri pada
“hujatan terhadap Kaisar”. Namun keduanya kiranya sama: ”Pemberontakan”
terhadap penguasa: Allah dan Kaisar!
Menilik struktur sosial global
sekarang ini, rasanya perlu merenungkan kekuasaan global. Batas-batas sosial
yang secara geopolitis ditandai dengan keberadaan negara-negara perlu ditafsir
ulang dalam kebersamaan seluruh umat manusia. Demikian pula dengan batas-batas
ideologis (termasuk doktrin-doktrin agama). Keselamatan seluruh umat manusia
sungguh menjadi perhatian dunia saat ini. Batas-batas yang selama ini begitu
kuat terasa kabur, bahkan menghilang. Orang menyadari dan berkemauan untuk
bekerja sama, menyelamatkan sesama!
Maka, kekuasaan yang menghancurkan
hidup manusiawi “haruslah” disingkirkan. Keselamatan umat manusia haruslah yang
berkuasa. Peristiwa Yesus mengungkapkan kenyataan bahwa kekuasaan yang
menghancurkan hidup manusiawi justru menyingkirkan kekuasaan untuk dan demi
keselamatan umat manusia. Yesus diadili karena banyak orang sangat berharap
akan diriNya sebagai penyelamat. Gambaran bagi orang banyak tentunya adalah
bahwa Dia seorang raja, sebagaimana penguasa sosial waktu itu dan hingga
sekarang. Karena gambaran seperti inilah Yesus, yang setiap harinya menyembuhkan
orang sakit, disingkirkan dengan dakwaan sebagai pemberontak.
Pandemi demi pandemi global sepanjang
sejarah umat manusia seharusnya menyadarkan seluruh umat manusia untuk
“memberontak” terhadap struktur dasar pemikiran sosial umat manusia. Paradigma
spasial yang hanya mementingkan suatu kelompok orang tertentu seharusnya
digantikan dengan paradigma global dimana seluruh umat manusia haruslah menjadi
perhatian. Apa yang diperjuangkan oleh Yesus dua ribuan tahun yang lalu
tentulah menerjang batas-batas. Orang buta tidak hanya ada di lingkungan
Yahudi. Yang membutuhkan penyembuhan tidak hanya orang Yahudi. Mesias tidak
hanya untuk orang Yahudi. Keselamatan dari Allah melalui dan dalam Yesus
Kristus tidak hanya untuk Bangsa Yahudi. Keselamatan bagi semua orang!
Rasanya sangat relevan tatkala
merenungkan sengsara Tuhan dalam situasi global sekarang ini. Thing globally Act locally, sebagaimana
pernah diajarkan alm. Mgr. Pujasumarta, baik kalau digemakan di hati seluruh
umat beriman. Memikirkan penderitaan umat manusia saat ini dalam ruang lingkup
penderitaan Tuhan haruslah berbuah dalam tindakan nyata, meski bersifat lokal
ataupun persona. Membatasi mobilitas pribadi dan bersama sangatlah baik untuk
saat ini. Semoga Tuhan segera membebaskan umat manusia dari pandemi Covid-19.
Amin.
Penulis : Slamet Harnoto & Publisher : F.X Rudy - Tim PARPOL [Partisipan Pelayan Online] Paroki Harapan Indah Bekasi
0 Response to "Menggerayangi "Pemberontakan""
Posting Komentar
Mohon berkomentar secara bijaksana, bersudut pandang positif dan menyertakan identitas di akhir komentar (walaupun fasilitas komentar tanpa nama). Satu lagi mohon tidak meninggalkan komentar spam !
Terima Kasih | Tim KOMSOS St. Albertus Agung Kota Harapan Indah