Menyambut Kedamaian
Minggu, 01 Desember 2019
Add Comment
1 Desember 2019 Minggu Adven I
“Berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu
pada hari mana Tuhanmu datang”
(Mat 24:42)
Menyambut Kedamaian
Terselip dalam pewartaan Natal, keyakinan umat beriman akan kedatangan
Tuhan untuk kedua kalinya. Kedatangan Tuhan untuk kedua kalinya tidak identik
dengan datangnya akhir jaman atau kiamat, yang dimengerti sebagai saat
hancurnya segala sesuatu. Kedatangan Tuhan kedua kalinya merupakan pengharapan
imani dimana status anak-anak Allah dinyatakan secara penuh. Kedatangan Tuhan
kedua kalinya merupakan momentum atau peristiwa dimana umat beriman secara utuh
hidup dalam kemuliaan ilahi.
Dalam masa penantian akan kedatangan Tuhan yang kedua kalinya, umat
beriman mengambil sikap berjaga-jaga. Pada dasarnya, sikap ini tidaklah sejajar
dengan penyambutan akan kedatangan pejabat penting negara. Sikap dasar
berjaga-jaga menyangkut pengharapan akan pengangkatan secara penuh sebagai
anak-anak Allah dan tentunya kemuliaan ilahi yang akan dianugerahkan. Maka,
letak kepentingannya ada pada pihak umat beriman, bukan pada Allah. Umat
beriman berjaga-jaga, siap-siaga menyambut peristiwa paling menentukan dalam
seluruh kehidupannya.
Oleh karena itu, seruan Nabi Yesaya penting diperhatikan: ““Hai kaum
keturunan Yakub, mari kita berjalan di dalam terang TUHAN!” (Yes 2:5). Umat
beriman (“keturunan Yakub”) ditantang (kalau gak mau dibilang “diwajibkan”)
untuk berjalan di dalam terang Tuhan. Tidak ada jalan lain selain jalan “terang
Tuhan”. Dapat dimengerti bahwa jalan ini merupakan ekspresi dari status
anak-anak Allah yang belum secara penuh dinyatakan. Dengan kata lain, umat
beriman mengekspresikan kemuliaan ilahi di dalam kehidupan sehari-hari.
Tanda-tanda kemuliaan ilahi tersebut disebutkan Nabi Yesaya, yakni damai
sejati: pedang menjadi mata bajak, tombak menjadi pisau pemangkas, tidak lagi
bangsa-bangsa belajar perang (Yes 2:4).
Paulus menyeru dalam suratnya kepada Jemaat Roma: “Marilah kita hidup
dengan sopan, seperti pada siang hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan,
jangan dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati”
(Rom 13:13). Umat beriman seharusnya hidup “di siang hari”. Ini merupakan suatu
gambaran akan kehidupan umat manusia yang saling membangun demi kedamaian
bersama. Orang tidak lagi saling mencurigai, sehingga orang merasa nyaman dan
aman berdampingan atau berjumpa dengan sesamanya. Orang tidak perlu lagi merasa
ketakutan akan kehadiran sesamanya atau segerombolan sesamanya. Tidak ada lagi
perselisihan sehingga orang harus membuat atau membeli senjata. Dana untuk
persenjataan digunakan untuk biaya pendidikan dan kesehatan bersama. Umat
beriman seharusnya membangun kebersamaan ini. Hiduplah di “siang hari”.
0 Response to "Menyambut Kedamaian"
Posting Komentar
Mohon berkomentar secara bijaksana, bersudut pandang positif dan menyertakan identitas di akhir komentar (walaupun fasilitas komentar tanpa nama). Satu lagi mohon tidak meninggalkan komentar spam !
Terima Kasih | Tim KOMSOS St. Albertus Agung Kota Harapan Indah