Terimakasih
Minggu, 13 Oktober 2019
Add Comment
13 Oktober 2019 Hari Minggu Biasa XXVIII
“Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu? Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain daripada orang asing ini” (Luk 17:17-18)
“Terimakasih”
Berterimakasih kepada orang yang telah berbuat baik terasa sungguh biasa dalam kehidupan kita. Tapi bagaimana hubungannya dengan Allah? Bagaimana sikap batin kita? Apakah kita bersyukur atas rahmat yang telah diterima? Atau, malah menuntut pemberian lebih dari Allah?
Pengalaman ibu diselamatkan dari maut belum lama ini menghentak diriku. Diagnosa dokter menunjukkan masa hidup ibu yang tidak lama lagi. Kenyataan menunjukkan bahwa ibu masih hidup hingga setengah tahun ini dan menunjukkan perkembangan yang sangat menggembirakan. Ibu masih bisa diajak berkomunikasi dan nalarnya masih bagus. Aku yang berada jauh dari ibu sangat berterimakasih kepada mereka yang terlibat dalam peristiwa ibu. Aku sangat berterimakasih kepada mereka yang telah dan sedang merawat ibu. Aku sangat bersyukur Tuhan masih memberi kesempatan bagiku untuk memerhatikan ibu lebih dari biasanya.
Rasa syukur atau terimakasih yang meledak dari dalam kurasakan sebagai energi yang begitu kuat untuk berbuat lebih ... lebih ... dan lebih. Rasa syukur merupakan rahmat yang seharusnya berkembang atau dikembangkan dalam hidup. Rasa syukur pada akhirnya merupakan keterbukaan hati sepenuhnya akan rahmat Allah dalam hidup ini. Hati yang bersyukur merupakan hati yang senantiasa kosong dan senantiasa siap untuk diisi atau dipenuhi rahmat Allah.
Maka, tidak ada tuntutan atau penuntutan kepada atau terhadap Allah atas segala kekurangan atau
penderitaan hidup. Kekurangan yang ada ataupun penderitaan yang ada tidak jarang justru merupakan buah kesalahan sendiri, atau masalah struktur sosial yang mencengkeram dan menekan. Dalam kondisi negatif Allah justru berkarya dengan membuka kesadaran individual ataupun komunal akan keterpurukan hidup dan bagaimana seharusnya keluar atau bangkit darinya.
Belajar dari kesembuhan orang yang mengucap syukur kepada Allah, orang beriman tentulah mampu melihat bagaimana disposisi batin terhadap pertolongan. Mampukah secara spontan berterimakasih? Mampukah secara spontan bersyukur kepada Allah?
0 Response to "Terimakasih"
Posting Komentar
Mohon berkomentar secara bijaksana, bersudut pandang positif dan menyertakan identitas di akhir komentar (walaupun fasilitas komentar tanpa nama). Satu lagi mohon tidak meninggalkan komentar spam !
Terima Kasih | Tim KOMSOS St. Albertus Agung Kota Harapan Indah