Menjadi Manusia Baru
Minggu, 04 Agustus 2019
Add Comment
“Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung daripada kekayaannya itu” (Luk 12:15)
4 Agustus 2019 Hari Minggu Biasa XVIII
4 Agustus 2019 Hari Minggu Biasa XVIII
Menjadi Manusia Baru
“Menjadi manusia baru” menunjuk pada:
1). Jatidiri umat beriman; 2). Penentu Jatidiri 3). Proses menuju kesempurnaan
“Manusia Baru”. Kepada Jemaat Kolose, Paulus menulis bahwa umat beriman
merupakan “Manusia Baru”. Umat beriman tidaklah sama dengan umumnya umat
manusia. Oleh karena itu, sebutan “Manusia Baru”, bagi Paulus, tidak sekadar
distingsi dengan “Manusia Lama”, tetapi sekaligus identitas diri yang
membedakan dengan orang lain, mengungkapkan keunikan umat beriman (cf. Kol 3:5-17).
Lalu siapakah yang menentukan
keberadaan “Manusia Baru” itu? Kristus! “Kristus adalah semua dan di dalam
segala sesuatu” (Kol 3:11). Kristus mengatasi segala sesuatu yang tampak pada
hidup manusia, seperti perbedaan suku bangsa, bersunat atau tidak bersunat,
budak atau orang merdeka, dst. Dalam hal ini, suatu evolusi hidup umat manusia
sebenarnya sudah dan sedang terjadi: umat manusia adalah manusia; demikian pula
sebaliknya.
Evolusi merupakan proses perubahan
terus-menerus menjadi sesuatu yang berbeda, tentunya menjadi (jauh) lebih baik
dari sebelumnya. “Menjadi Manusia Baru” merupakan sebuah proses evolutif hidup
umat manusia mencapai keserupaan dengan Kristus. Pada suatu titik tertentu
dalam hidup (iman dan baptisan) seseorang telah mengenakan manusia baru dan
meninggalkan manusia lama. Namun hal ini haruslah sungguh dicermati kata
“mengenakan”. Itu mengungkapkan bahwa seorang pribadi masih dikuasai manusia
lama tetapi sudah memakai “baju manusia baru”. Dalam proses evolutif, manusia
lama haruslah benar-benar ditinggalkan dan pada akhirnya yang dikenakan, yakni
manusia baru, mengungkapkan sisi dalam hidup seorang pribadi. Pada akhir proses
evolutif akan tampak sungguh ciptaan baru, manusia baru, yang berbeda sungguh
dengan “induknya”, manusia lama.
Dari ketiga bacaan Minggu ini umat
beriman dapat mencermati bagaimana manusia lama sebenarnya menjalani
kesia-siaan hidup. Atau, dengan kata lain, manusia lama menyia-nyiakan hidup
dengan menjalani kehidupan yang semu. Yesus menunjukkan ketamakan sebagai “roh”
yang menguasai umat manusia. “Roh ketamakan” membawa orang pada hidup untuk
menumpuk kekayaan di dunia ini. Orang akan berpikir bahwa dengan banyaknya
harta yang ditimbun dia akan dapat memuaskan segala hawa nafsunya. Pikiran
orang demikian tentunya akan menyatakan begitulah hidup yang sejati. Maka,
dalam hal ini Yesus mengingatkan semua orang untuk waspada terhadap ketamakan.
Hidup tidaklah bergantung pada banyaknya harta (cf. Luk 12:15). Kejatidirian umat manusia sebagai citra Allah
bergantung pada bagaimana mengekspresikan diri sebagai manusia baru yang
diperbarui terus-menerus untuk semakin memahami gambaran Khaliknya (cf. Kol 3:10).
~o0o~
0 Response to "Menjadi Manusia Baru"
Posting Komentar
Mohon berkomentar secara bijaksana, bersudut pandang positif dan menyertakan identitas di akhir komentar (walaupun fasilitas komentar tanpa nama). Satu lagi mohon tidak meninggalkan komentar spam !
Terima Kasih | Tim KOMSOS St. Albertus Agung Kota Harapan Indah