[POTRET] Sang Pelayan
Minggu, 21 Juli 2019
Add Comment
Pagi itu seolah aroma rawon, soto, gudeg bahkan babi
panggang karo alias BPK yang terpenjara dalam baki, keluar menerobos perarakan
petugas liturgi menuju altar. Aroma tersebut seolah hendak membelokkan derap
langkah mereka menuju meja hidangan. Godaan tersebut tak membuat petugas
bergeming, mereka tetap menuju meja altar. Itulah sekilas potret perayaan
puncak Hut ke 4 Paroki Harapan Indah. Masih banyak potret lain yang menarik
dalam perayaan tersebut. Namun saya mau mengambil dari angle para pelayan dalam
perayaan tersebut. Sebab tema ini cukup menarik untuk kita renungkan dalam
perayaan HUT paroki.
Para pelayan liturgi adalah salah satu pelayan dari sekian
banyak pelayan yang terlibat dalam pesta syukur HUT Paroki. Misalnya umat
wilayah dan lingkungan yang memasak ribuan porsi hidangan untuk pesta rakyat,
para penari tor-tor yang memeriahkan perayaan liturgi, panitia yang menyiapkan
acara, sampai para pengisi acara yang memeriahkan acara serta masih banyak yang
lainnya. Para pelayan tersebut adalah potret kecil yang mewakili para pelayan
di Paroki Harapan Indah, dimana makin banyak keterlibatan umat untuk menjadi
pelayan dalam hidup menggereja, di paroki, wilayah dan lingkungan. Namun
seperti apakah pelayan itu, apakah sekedar mampu bekerja saja untuk Gereja
(umat Allah)? Mari kita simak potretpotret sang pelayan dalam perjanjian Baru.
Model Doulos Istilah doulos (δούλος) berasal dari bahasa
Yunani artinya hamba. Seperti apakah pelayan model doulos ini. Mari kita ingat
perumpamaan Yesus tentang talenta (Matius 25:1430). Dikisahkan demikian, seorang yang mau
bepergian ke luar negeri,..memanggil hamba-hambanya (doulos) dan mempercayakan
hartanya kepada mereka (ayat14).
Seorang tuan hendak bepergian, kemudian memanggil
hambahambanya dan memberikan talenta. Hamba-hamba tersebut kemudian mengolah
uang tersebut dan mengembangkannya (ayat 15-18). Namun setelah tuannya pulang
mereka mengembalikan semua modal dan keuntungannya kepada tuannya. Mereka tidak
meminta bagian dari keuntungan. Mereka yang melakukan ini disebut hamba yang
baik.
Bila kita lihat dari perumpamaan tersebut ada beberapa ciri
dari pelayan model doulos. Pertama, ia tidak mengharapkan upah. Sebab ia
mengembalikan lagi modal dan seluruh keuntungannya kepada tuannya (ayat 21-23).
Kedua, nasibnya amat bergantung dari tuannya. Hal itu terjadi ketika ia
menyerahkan hasilnya dan sang tuan menentukan nasibnya untuk turut dalam kebahagiaan tuannya (ayat 23)
atau masuk dalam kegelapan yang paling gelap, hanya ada ratap dan kertak gigi
(ayat 30). Ketiga, seorang hamba dimiliki sepenuhnya oleh sang tuan. Status itu
ditegaskan lewat protes hamba yang jahat bahwa sang tuan tidak menabur dan
menanam tetapi tibatiba menuai dari kerja hambanya.“Tuan, aku tahu bahwa tuan
adalah manusia yang kejam yang menuai di tempat di mana tuan tidak menabur dan
yang memungut dari tempat di mana tuan tidak menanam” (ayat 24), itulah status
kedudukan seorang hamba. Ketiga ciri tersebut menggambarkan kekhasan yang
dimiliki oleh seorang pelayan model doulos yaitu sikap rendah hati, karena ia
bekerja tanpa diupah, hanya menggantungkan diri pada tuannya dan dimiliki
sepenuhnya oleh tuannya.
Model Diakonos Istilah diakonos (διάκονος) dari bahasa
Yunani, artinya seorang pelayan yang secara khusus melayani meja untuk hidangan
dalam perjamuan makan. Mari kita melihat potretnya pada kisah Maria dan Marta
dalam Lukas 10:38-42, namun tanpa menghakimi kedua wanita tersebut, siapa yang
benar dan salah dihadapan Yesus. Biarlah tafsir itu kita kesampingkan, kali ini kita lihat
sisi pelayanan Marta. Kata diakonos dipakai dalam salah satu kutipan ayat
berikut “Tuhan, tidakkah Engkau peduli, bahwa saudaraku membiarkan aku melayani
(diakoneo) seorang diri? Suruhlah dia membantu aku.” (ayat:40). Lukas
menuliskan kata “melayani” yang dilakukan Marta dengan sebutan diakoneo sebagai
kata kerja dalam bahasa Yunani. Lukas menggambarkan bahwa Marta bertindak
sebagai pelayan (diakonos) yang hendak menyiapkan hidangan untuk Yesus dan
murid-muridnya.
Lalu apa yang menjadi kekhasan pelayan model diakonos ini?
Hal tersebut dapat kita lihat dalam potret berikut: Ketika Yesus dan
murid-murid-Nya dalam perjalanan, tibalah Ia di sebuah kampung. Seorang
perempuan yang bernama Marta menerima Dia di rumahnya. (ayat 38).......Marta
sibuk sekali melayani (ayat 40).
Dalam kutipan tersebut terlihat kekhasan seorang diakonos
adalah berinisiatif menawarkan dan menyiapkan hidangan untuk menjamu Yesus dan
para murid-Nya. Ia sudah mengerti apa yang harus diperbuat ketika melihat Yesus
dan murid-murid-Nya dalam perjalanan yang melelahkan tersebut. Haus, lapar dan
lelah sudah pasti dialami rombongan itu. Marta adalah satu dari sekian puluh
atau ratus warga dari kampung tersebut yang berinisiatif untuk menerima mereka
dalam rumahnya serta melayani rombongan tersebut untuk makan dan minum. Ia pun
berinisiatif lebih dahulu menyiapkan perjamuan dengan sangat sibuknya. Walaupun
akhirnya karena kewalahan ia meminta bantuan kepada saudarinya itu. Jadi
kekhasan dari diakonos disini adalah pada inisiatifnya untuk melayani.
Model Huperetes Kata
huperetes (υπηρέτης) berasal dari bahasa Yunani yang secara umum artinya
seorang pelayan atau hamba, namun secara khusus menjalankan tugasnya sesuai
dengan mandat atau perintah atasannya. Mari kita bedah model pelayan huperetes
ini dari potret rasul Paulus. Rasul Paulus dalam suratnya kepada umat di
Korintus (1 Kor 4:1-21), Ia menuliskan, “Demikianlah hendaknya orang memandang
kami: Sebagai hamba-hamba (huperetes) Kristus, yang kepadanya dipercayakan
rahasia Allah” (ayat1). Paulus menuliskan hamba dengan menggunakan kata
huperetes bukan doulos dalam bahasa Yunani. Tentu, Paulus hendak memberikan
makna dan tekanan yang berbeda.
Kata huperetes ini digunakan pada zaman itu untuk menyebut
para pelayan atau hamba yang bekerja mendayung sebuah kapal, umumnya kapal untuk
bertempur. Para pendayung ini mendayung berdasarkan instruksi dari
nahkodanya atau pemimpin kapalnya, apakah lurus, ke kanan atau ke kiri. Para
pendayung ini amat taat dan mendengarkan nahkodanya. Paulus menggunakan kata
huperetes untuk menyebut dirinya sebagai hamba atau pelayan yang penuh ketaatan
kepada Kristus. Ia mengekspresikan dirinya sebagai pendayung yang bekerja
berdasarkan perintah nahkodanya, yaitu Kristus sendiri. Objek ketaatan yang
dilakukan Paulus adalah perbuatan dan perkataan yang dikehendaki Kristus. Hal
tersebut tergambar dalam tuntutan kepada jemaat di Korintus, untuk menaati
teladan hidupnya yang dituruti dalam Kristus.
“Sebab itu aku menasihatkan kamu turutilah teladanku, Justru
itulah sebabnya aku mengirimkan kepadamu Timotius, yang adalah anakku yang kekasih dan yang setia dalam Tuhan. Ia akan memperingatkan kamu akan
hidup yang kuturuti dalam Kristus Yesus, seperti yang kuajarkan di mana-mana
dalam setiap jemaat” (ayat16). Maka sekali lagi ditegaskan bahwa kekhasan
pelayan atau hamba model huperetes adalah ketaatan, bukan kerendahan hati
seperti model doulos. Walaupun dalam versi terjemahan baru bahasa Indonesia
keduanya ditulis dengan kata hamba. Paulus lebih lanjut menuliskan berkat
ketaatan, seorang hamba “dipercayakan rahasia Allah” (ayat 1). Dengan kata
lain, Paulus menunjukan buah dari ketaatan bahwa orang diberi kepercayaan untuk
hal-hal yang berharga dari Allah.
Model Leitourgos Kata leitourgos (λειτουργός) berasal dari
kata leiturgia (leitos/laos=bangsa dan ergon=karya) yang menggambarkan kerja
yang diabdikan untuk bangsa. Maka leitourgos dapat diartikan sebagai pelayanan
yang berhubungan dengan publik atau orang banyak. Kata leitourgos digunakan
oleh Paulus dalam Roma 15:14-21. Paulus menuliskan demikian,“aku boleh menjadi
pelayan (leitourgos) Kristus Yesus bagi bangsa-bangsa bukan
Yahudi dalam pelayanan pemberitaan Injil Allah, supaya
bangsa-bangsa bukan Yahudi dapat diterima oleh Allah sebagai persembahan yang
berkenan kepada-Nya, yang disucikan oleh Roh Kudus” (Roma15:16). Paulus
menggunakan leitourgos bukan doulos atau diakonos, atau huperetes karena
pelayanan ditujukan bagi bangsa-bangsa atau berkaitan dengan banyak orang.
Lalu apa yang menjadi kekhasannya? kita dapat melihatnya
sebagai berikut: Kesadaran rasul Paulus untuk mewartakan Injil bagi banyak
orang yaitu bangsa-bangsa bukan Yahudi, membawanya pada kenyataan bahwa ia akan
melakukan karya besar yang meliputi banyak orang, daerah yang cukup luas dan
waktu yang panjang. Sangat mustahil pekerjaan sebesar itu, ia lakukan tanpa
sebuah rencana yang jelas. Penyusunan rencana tersebut ia tuangkan dalam sebuah
visi dan misi untuk mencapainya. Ia merumuskan visi sebagai berikut: ”apa
yang telah dikerjakan Kristus olehku, yaitu untuk memimpin bangsa-bangsa lain
kepada ketaatan, oleh perkataan dan perbuatan” (ayat 18).
Tujuan visi tersebut amat jelas yaitu memimpin banyak orang
non Yahudi, tidak hanya saja percaya akan Kristus tapi sampai taat dalam
perkataan dan perbuatan. Maka untuk mencapai visi tersebut, ia melakukan misinya
dengan mengadakan perjalanan keliling mewartakan injil. Hal itu ditulisnya
dalam perikop ini: “Demikianlah dalam perjalanan keliling dari Yerusalem sampai
ke Ilirikum aku telah memberitakan sepenuhnya Injil Kristus.” (ayat 19).
Misi perjalanan keliling adalah sebuah cara yang memerlukan
perencanaan yang matang. Ia harus menyiapkan dan memperhitungkan segala
sesuatunya dengan baik. Jika salah perhitungan bisa saja Injil tak sampai pada
bangsa-bangsa lain. Tidak hanya berhenti disitu, untuk memelihara iman banyak
jemaat yang sudah dibangunnya, ia menyapa dan menasihati mereka lewat
surat-suratnya. Tampaklah kepiawaian Paulus dalam memanajemen jemaatnya. Dengan demikian model pelayanan leitourgos bila di potret dari
Paulus amat khas aromanya pada kematangan perencanaan dan manajemen yang baik
dalam membangun dan merawat jemaatnya yang banyak.
Potret Diri Setelah kita melihat potret-potret dari 4 model
pelayan diatas, kita dapat menjawab pertanyaan diawal, apakah menjadi pelayan
cukup hanya mampu bekerja saja? Maka jawabannya tidak cukup, ternyata ada
nilai-nilai yang menjadi keutamaan dalam diri sang pelayan. Pertama, model
doulos dengan keutamaannya pada kerendahan hati. Kedua, model diakonos dengan
keutamaan inisiatifnya. Ketiga, model huperetes dengan keutamaan ketaatannya.
Keempat, model leitourgos dengan keutamaan perencanaan atau manajemen. Dengan
keempat model pelayan ini, kita mendapat empat nilai atau keutamaan sebagai
seorang pelayan. Ia harus rendah hati, inisiatif, taat, dan mampu memanajemen
pelayanannya.
Hal yang penting sekarang adalah mari kita lihat potret diri
kita sendiri sebagai seorang pelayan entah di Gereja, masyarakat, maupun rumah
tangga. Pertama, didalam potret diri saat ini, sudah tergambar model pelayan
yang mana saja dalam melayani? Kedua, mampukah kita dalam potret diri kita
kedepan tergambar keempat model tersebut dalam melayani? Pertanyaan kedua tidak
memerlukan jawaban cepat namun kita tahu bersama bahwa hal tersebut membutuhkan
proses. Semoga Roh Kudus senantiasa menuntun kita dalam proses tersebut.
Selamat HUT paroki yang ke 4 semoga semangat pelayanan menjadi nafas rohani
kita.
0 Response to "[POTRET] Sang Pelayan "
Posting Komentar
Mohon berkomentar secara bijaksana, bersudut pandang positif dan menyertakan identitas di akhir komentar (walaupun fasilitas komentar tanpa nama). Satu lagi mohon tidak meninggalkan komentar spam !
Terima Kasih | Tim KOMSOS St. Albertus Agung Kota Harapan Indah