Mengasihi Allah
Minggu, 14 Oktober 2018
Add Comment
14 Oktober 2018 Minggu Biasa XXVIII
“Juallah
apa yang kaumiliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin,
maka
engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku”
(Mk 10: 21)
Mengasihi Allah
Terasa tidak populer tatkala
merenungkan orang kaya dan masuk Kerajaan Allah dalam perspektif spiritualistis.
Mengapa? Kecenderungan umum kotbah-kotbah tentangnya memerhatikan harta benda
yang membelenggu hidup pribadi. Refleksi spiritualistisku menapaki kedalaman
kasih Allah yang merasuk raga dalam hidup setiap insan. Kubayangkan aku
mengasihi seorang perempuan, karena aku seorang lelaki. Aku tidak tahu
bagaimana merasionalisasi ikatan batinku pada seseorang yang beda jenis kelamin
denganku itu. Aku terbelenggu olehnya. Segala milikku adalah miliknya. Hidupku
adalah hidupnya.
Bagaimana dengan Allah?
Akal budiku terhenti tatkala merasuki
kasih Allah. Rasanya melebihi kasih yang membelenggu dari seorang perempuan.
Kasih Allah melebihi daripada pengertianku akan “hidupku adalah hidupnya”,
karena Ia-lah yang empunya hidup, sumber hidupku. Allah sangatlah bernilai,
melebihi segala sesuatu, termasuk hidupku dan hidupnya. Sebab, dengan demikian,
semakin bersinarlah kasih yang membebaskan, tidak lagi membelenggu dari seorang
perempuan.
Dari refleksi manusiawi itu, kiranya
jelas bagaimana Salomo menuliskan refleksinya. Allah adalah segalanya baginya.
Kekuasaan dan harta benda yang dimilikinya tiada artinya. Di hadapan Allah
semua itu hanyalah pasir (lih. Keb.
7:8-9). Salomo mengasihi Allah melebihi segala sesuatu dan dari kedalaman kasih
ilahi mengalirlah harta sorgawi (bdk.
Keb. 7:10-11).
Maka, permasalahan yang menggegerkan
sebagaimana ditulis Markus menyangkut totalitas kasih kepada Allah. Karena
Allah yang sungguh dikasihi, segala sesuatu diberikan kepadaNya, tidak hanya
harta benda dan kekuasaan, tetapi seluruh hidup sungguh diserahkan kepada
Allah. “Berikanlah kepada orang-orang miskin” (Mk 10:21) menunjuk pada
keberadaan kasih Allah. Allah mengasihi seluruh umat manusia. Tiada satu pun
insan yang lepas dari kesejahteraan dari Allah. Kuasa dan harta benda
diperuntukkan bagi kesejahteraaan seluruh umat manusia. Itulah (kiranya) yang
dikehendaki Allah. Apapun yang diminta Allah tentu akan diberikan karena Allah
satu-satunya yang dikasihi.
“Beroleh harta di sorga” mengingatkan
akan kebahagiaan hidup dalam ruang dan waktu. Sorga menunjuk pada tiadanya
batas ruang dan waktu. Itu berarti kebahagiaan abadi (bersama dengan Allah). “Datanglah
kemari dan ikutlah Aku” merupakan realitas hidup bahagia bersama dengan Allah.
Janganlah ada sesuatu pun yang lebih dikasihi daripada Allah (Mk 10:21).
By Slamet Harnoto
0 Response to "Mengasihi Allah"
Posting Komentar
Mohon berkomentar secara bijaksana, bersudut pandang positif dan menyertakan identitas di akhir komentar (walaupun fasilitas komentar tanpa nama). Satu lagi mohon tidak meninggalkan komentar spam !
Terima Kasih | Tim KOMSOS St. Albertus Agung Kota Harapan Indah