Peziarahan Para Musafir Rohani Lingkungan St. Arcadius 5
Senin, 27 Agustus 2018
Add Comment
“Akhirnya…” itu kata pertama yang terucap dari Pak Henco, sang Ketua
Panitia Ziarek Keluarga Lingkungan Arcadius 5. Kata itu terucap karena pada
tanggal 31 Mei 2018 pukul 17.15 rombongan peserta ziarek yang dilaksanakan sampai
dengan tanggal 02 Juni 2018 akhirnya berangkat dari Harapan Indah, Bekasi
menuju ke Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus – Paroki Ganjuran. Gereja Hati Kudus Yesus merupakan gereja Katolik
Roma di
Ganjuran, Bantul, Indonesia. Gereja ini juga dikenal
dengan nama Gereja Ganjuran, berdasarkan tempat letaknya. Gereja
ini merupakan gereja tertua di Bantul.[1]
Gereja Ganjuran didirikan pada tanggal 16 April 1924 oleh keluarga Schmutzer, yang memiliki sebuah pabrik gula di wilayah itu. Dari jumlah 25 orang Katolik di Ganjuran pada tahun 1922, pada tahun 2011 sudah ada 8.000. Gedung gereja sudah banyak diubah, termasuk dibangun ulang setelah Gempa bumi Yogyakarta 2006.Banyak orang sudah menulis tentang desainnya yang beraliran Jawa, dan gereja ini terus memasuki budaya Jawa dalam liturgi.
Rombongan
yang terdiri dari 39 orang dewasa dan 3 anak – anak tiba pukul 05.45. Rasa lelah
dan kantuk langsung lenyap begitu air Ganjuran membasahi muka dan tubuh.
Ditambah dengan sarapan pagi yang sangat memuaskan selera hati semakin
bersemangat karena sentuhan rohani dari Bapak Andreas Tantri, Wakil DPH, yang
juga merupakan umat Arcadius 5.
Lalu, para
peserta ziarah mengungkapkan segala permasalahan hidupnya, kegembiraan dan duka
cita, harapan-harapan di masa yang akan datang kepada Tuhan melalui Bunda Maria
di Goa Ganjuran.
Perjalanan rohani dilanjutkan ke Gereja
Santo Yakobus Alfeus – Paroki Pajangan, Bantul. Di sana ada Patung Wajah
Kerahiman Yesus. “Patung
Wajah Kerahiman Yesus merupakan tambahan fasilitas dari gereja sebagai tempat
doa bagi umat Katolik dan dalam rangka menandai penetapan Tahun 2015 - 2016
sebagai Tahun Kerahiman oleh Sri Paus Fransiskus. Patung tersebut sebenarnya
adalah bentuk master patung sumbangan dari seniman pematung Bantul yaitu Bapak
Hardo Wardoyo Suwarto, sedangkan patung aslinya telah dikirim ke luar negeri di
negara pemesannya,” jelas Ketua Lingkungan Gomarus Heru Sutrisno, S.IP kepada
HarianBernas.com.
Sementara Patung Wajah Kerahiman Yesus
diresmikan pada tanggal 2 Oktober 2016 oleh Bupati Bantul Drs. H. Suharsono dan
diberkati oleh Pastor Paroki St. Yakobus Bantul Romo FX. Suhanto, Pr. Selain
bentuknya yang cukup fenomenal, keberadaannya di tepian sungai Progo menambah
teduhnya suasana. Tempat ini apabila dikelola dengan baik oleh masyarakat akan
menjadi potensi wisata religi baru di Kabupaten Bantul yang tentunya akan
menambah manfaat ekonomis untuk masyarakat di wilayah sekitar.
Dalam kesempatan ini Pak
Eddy Santosa, sesepuh Arcadius 5 memberikan renungan tentang Kebhinnekaan dalam masyarakat, berbangsa dan
bernegara yang merupakan gambaran besar dari kehidupan bersama. Jika dalam
keluarga atau komunitas kita berbeda dalam skala yang kecil maka dalam
bermasyarakat kita beranekaragam dalam skala yang besar. Berdasarkan bacaan
Kisah Para Rasul 15:1-11Pak Eddy mengajak umat Arcadius 5 untuk belajar
bagaimana cara memecahkan suatu masalah di tengah keberagaman masalah. Dalam
pesannya beliau mengatakan: “Kita wajib mencari jalan keluar secara dialog
dengan membicarakannya bersama. Jika ada otoritas yang lebih tinggi seperti
dalam Kisah Para Rasul di atas kita dapat meminta pertimbangan dan keputusan.”
Selanjutnya, Ambarawa menjadi tujuan berikutnya. Hotel Griya Wijaya siap
menanti dengan keramahan dan makanan yang lezat. “Makanan dan tempatnya ok
punya nich…” ungkap Pak Andreas. Sebagian peserta lainnya pun mengamini
pernyataan tersebut, “Boleh nich, berikutnya menginap di sini lagi” celoteh bu
Nellian, Kaling baru Arcadius 5. Acara dilanjutkan dengan jalan salib malam
yang dikoordinir oleh Bapak Sudirja. Dan… bobo dulu untuk mengembalikan stamina
agar besok dapat melanjutkan perjalanan rohani ini
Destinasi berikutnya Semarang, kota pantai yang cukup panas,
kami sempat mampir ke Cagar Budaya Lawang Sewu. Sejarah singkat Lawang Sewu
sebagai berikut.Bangunan Lawang Sewu dibangun pada 27
Februari 1904 dengan nama lain Het
hoofdkantor van de Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (Kantor
Pusat NIS). Awalnya kegiatan administrasi perkantoran dilakukan di Stasiun Semarang Gudang(Samarang NIS), namun dengan
berkembangnya jalur jaringan kereta yang sangat pesat, mengakibatkan
bertambahnya personil teknis dan tenaga administrasi yang tidak sedikit seiring
berkembangnya administrasi perkantoran.
Pada akibatnya kantor NIS di stasiun Samarang NIS tidak lagi
memadai. Berbagai solusi dilakukan NIS antara lain menyewabeberapa bangunan milik perseorangan
sebagai solusi sementara yang justru menambah tidak efisien. Apalagi letak
stasiun Samarang NIS berada di dekat rawa sehingga urusan sanitasi dan kesehatan pun menjadi pertimbangan penting.
Maka, diusulkanlah alternatif lain: membangun kantor administrasi di lokasi
baru. Pilihan jatuh ke lahan yang pada masa itu berada di pinggir kota
berdekatan dengan kediaman Residen. Letaknya di ujung Bodjongweg Semarang
(sekarang Jalan Pemuda), di sudut pertemuan Bodjongweg dan Samarang naar
Kendalweg (jalan raya menuju Kendal).
NIS mempercayakan rancangan gedung kantor pusat NIS di Semarang
kepada Prof. Jacob F. Klinkhamer (TH Delft) dan B.J. Quendag, arsitek yang
berdomisili di Amsterdam. Seluruh proses perancangan dilakukan di Belanda, baru kemudian gambar-gambar dibawa
ke Kota Semarang. Melihat dari cetak biru Lawang Sewu tertulis bahwa site
plan dan denah bangunan ini telah digambar di Amsterdam pada
tahun 1903. Begitu pula kelengkapan gambar
kerjanya dibuat dan ditandatangani di Amsterdam tahun 1903. (Wikipedia)
Rombongan juga menikmati keindahan
Klenteng Sam Po Kong yang mempunyai sejarah sebagai berikut :
Kelenteng Gedung Batu Sam Po Kong adalah sebuah petilasan, yaitu
bekas tempat persinggahan dan pendaratan pertama seorang Laksamana Tiongkok
beragama islam yang bernama Zheng He / Cheng
Ho. Terletak di daerah
Simongan, sebelah barat daya Kota Semarang.Tanda yang menunjukan sebagai bekas
petilasan yang berciri keislamanan dengan ditemukannya tulisan berbunyi
"marilah kita mengheningkan cipta dengan mendengarkan bacaan Al Qur'an".
Disebut Gedung Batu karena bentuknya merupakan sebuah Gua Batu
besar yang terletak pada sebuah bukit batu, orang Indonesia keturunan cina
menganggap bangunan itu adalah sebuah kelenteng - mengingat bentuknya memiliki
arsitektur bangunan cina sehingga mirip sebuah kelenteng.Sekarang tempat
tersebut dijadikan tempat peringatan dan tempat pemujaan atau bersembahyang
serta tempat untuk berziarah.Untuk keperluan tersebut, di dalam gua batu itu
diletakan sebuah altar, serta patung-patung Sam Po Tay Djien. Padahal laksamana
cheng ho adalah seorang muslim, tetapi oleh mereka di anggap dewa. Hal ini
dapat dimaklumi mengingat agama Kong Hu Cu atau Tau menganggap orang yang sudah
meninggal dapat memberikan pertolongan kepada mereka.(Wikipedia)
Menurut cerita, Laksamana Zheng He sedang berlayar melewati laut
jawa, namun saat melintasi laut jawa, banyak awak kapalnya yang jatuh sakit,
kemudian ia memerintahkan untuk membuang sauh. Kemudian merapat ke pantai utara
semarang untuk berlindung di sebuah Goa dan mendirikan sebuah masjid di tepi
pantai yang sekarang telah berubah fungsi menjadi kelenteng. Bangunan itu
sekarang telah berada di tengah kota Semarang di akibatkan pantai utara jawa
selalu mengalami proses pendangkalan yang di akibatkan adanya proses sedimentasi
sehingga lambat-laun daratan akan semakin bertambah luas kearah utara.
Konon, setelah Zheng He meninggalkan tempat tersebut karena ia
harus melanjutkan pelayarannya, banyak awak kapalnya yang tinggal di desa
Simongan dan kawin dengan penduduk setempat. Mereka bersawah dan berladang di
tempat itu. Zheng He memberikan pelajaran bercocok-tanam serta menyebarkan
ajaran-ajaran Islam, di Klenteng ini juga terdapat Makam Seorang Juru Mudi dari
Kapal Laksamana Cheng Ho (Wikipedia)
Akhirnya… pulanglah para peziarah rohani ini ke Harapan Indah
tercinta, segala kelelahan dan kepenatan menjadi bagian dari perjalanan
ini.Semoga peziarahan ini dapat mengisi relung hati yang paling dalam dengan
segala bisikan dan dan tuntuna dari Roh Kudus dalam mengarungi kehidupan selanjutnya.
“Sayang…. Taman Doa di Cirebon tidak sempat kita datangi karena sudah terlalu
malam” kata pak Henco, sang Ketua Panitia.
By Kontributor Lingkungan St. Arcadius 5
0 Response to "Peziarahan Para Musafir Rohani Lingkungan St. Arcadius 5"
Posting Komentar
Mohon berkomentar secara bijaksana, bersudut pandang positif dan menyertakan identitas di akhir komentar (walaupun fasilitas komentar tanpa nama). Satu lagi mohon tidak meninggalkan komentar spam !
Terima Kasih | Tim KOMSOS St. Albertus Agung Kota Harapan Indah