Saat Telpon bordering
Senin, 29 Juni 2015
Add Comment
Bunyi telepon genggam di sebelahku mengujutkan diriku. Dengan mata terpejam meraba tombol “ Ok” untuk menerima panggilan. Ternyata teman yang tinggal di Cipanas. Aku berusaha bangun dari tempat tidur dan memelekan mataku, meski sesekali masih menguap. Maklum, tidur siang dihari Minggu ini belum terasa puas.
Dari sebrang terdengar temanku bercerita tentang pernikahannya yang belum lama dilangsungkan. Mendengar ceritanya tentu saja aku kecewa. Mengapa aku tidak diundang? Sambil meminta maaf, dia katakana “lupa” karena urusan pernikahan seabreg-abreg. Yah..meski kecewa aku bilang gak apa-apa. Aku sampaikan selamat berbahagia dan selamat menempuh hidup baru.
Usai menutup telpon, maksud hati hendak melanjutkan tidur, terdengar rebut-ribut di luar rumah. Aku berjalan keluar rumah. Tampak di sebelah rumah banyak orang sedang berkerumun. Dua orang ibu berteriak-teriak saling mencaci. Meski para tetangga, termasuk Pak RT berusaha menenangkan, keributan dua ibu tak kunjung berakhir.
Aku dekati seorang ibu. Ternyata mereka ribut gara-gara anak-anak mereka berantem. Ibu A tidak terima anaknya ditonjok oleh B. Demikian pula Ibu B. Ia tidak terima anaknya ditonjok oleh A. Mereka saling menyalahkan. Lebih dari itu, pertengkaran melebar kemana-mana, bukan lagi masalah kedua anak mereka. Akhirnya, atas desakan warga Pak RT meminta bapak-bapak atau suami-suami membawa istri-istri untuk masuk kedalam rumah masing-masing, meski masih terdengar teriakan dan cacian, setidaknya bapak-bapak atau suami-suaminya bisa mengendalikan.
Ada dua hal penting yang mengena benak saya. Pertama, anak-anak menjadi titik temu para orang tua. Peristiwa sore itu memberi pelajaran berharga bagi saya tatkala seorang menemui jalan buntu dalam pertemanannya, orang tualah yang kena. Relasi pertemana anak negatif, negatif pula relasi para orang tua. Terbersit dibenak ini pemberontakan, “Benarkah demikian ?”. Kalo para orang tua matang dalam pemikiran dan afeksi, tentulah masalah pertemanan anak-anak tidak sampai merusak hubungan para orang tua. Dengan lain kata, hidup bertetangga tetap terjaga. Toh…banyak kali kita melihat anak-anak hari ini berantem, besok main bersama lagi.
Saya berpikir lebih jauh tentang titik temu ini. Mereka yang jarang atau tidak pernah datang dalam berbagai pertemuan jemaat ( pertemuan lingkungan, rapat seksi-seksi, DPP dan sebagainya) dapat berkumpul demi kepentingan anak-anak, seperti sekolah Minggu dan Bina Iman Anak.
Pelajaran kedua dari peristiwa hari itu terkait komunikasi keluarga: bagaimana komunikasi orang tua dengan anak-anak ? Dua hal saya perhatikan:
- Apakah anak-anak bebas bercerita dengan jujur sehingga tidak ada yang disembunyikan ?
- Apakah orang tua tidak sekedar membanggakan anak-anaknya tetapi sekaligus juga mengoreksi atau memberi pengarahan ?
Dalam komunikasi dengan anak-anak haruslah ada kebebasan, kejujuran, dan keterbukaan. Semua itu mengandaikan bahwa anak-anak percaya sungguh bahwa papa-mama mereka sungguh menyayangi mereka. Percaya akan kasih sayang ini membuat anak-anak bebas bercerita, tidak ada tekanan sedikipun. Orang tua yang memberi kesempatan seluas mungkin seperti itu tentunya peka terhadap keinginan anak-anaknya. Tatkala anak-anak mulai tidak jujur dan orang tua tidak mengenalinya, kemungkinan negatif akan sangat besar terjadi. Demikian juga dengan keterbukaan. Dalam kebebasan berceritanya tidak ada yang ditutup-tutupi anak.
Lebih jauh lagi saya berpikik, apakah orang tua sekedar jadi pendengar setia atau penonton dari tingkah polah anak-anak ? Tentu tidak ! Orang tua tidak membiarkan anak-anak berbicara dan bertingkah seenaknya. Nah, disinilah lalu penanaman nila-nilai sungguh diperankan oleh orang tua. Bagaimana anak-anak memiliki sikap dan tingkah laku sopan sebagaimana dikehendaki di masyarakat orang tualah yang mengajari dan mendidik.
Itulah sekilas peristiwa sore hari yang memberikan inspirasi untuk tulisan ini.
Bekasi,25 Mei 2015 | Slamet Romantis
0 Response to "Saat Telpon bordering"
Posting Komentar
Mohon berkomentar secara bijaksana, bersudut pandang positif dan menyertakan identitas di akhir komentar (walaupun fasilitas komentar tanpa nama). Satu lagi mohon tidak meninggalkan komentar spam !
Terima Kasih | Tim KOMSOS St. Albertus Agung Kota Harapan Indah