Jangan Golput dan Mari Memilih Secara Cerdas!
Sabtu, 01 Februari 2014
Pesta demokrasi di negeri kita akan digelar pada tanggal 9 April 2014 mendatang, kita diharapkan untuk berperan aktif dalam acara ini. Pesan dan harapan ini tertuang dalam Surat Gembala yang dikeluarkan Mgr. Suharyo di awal tahun pelayanan 2014. Gereja mengajak kita kembali kepada hakekat yang dipesankan oleh Mgr. Albertus Soegijapranata yang didengungkan oleh J. Kasimo dan dipopulerkan kembali oleh Mgr. Ign. Suharyo: Seratus Persen Katolik - Seratus Persen Indonesia, dengan salah satunya turut berpartisipasi aktif dalam pesta demokrasi yang akan digelar sebentar lagi.
Hal ini merupakan sebuah edukasi dan pembelajaran agar kita tidak “golput” dan agar kita dapat memilih dengan cerdas. Mengapa kita dihimbau untuk tidak “golput”? Kalau kita “golput”, disamping kita tidak bertanggung jawab sebagai warga negara, maka yang akan diuntungkan adalah para caleg oportunis, yang tidak memiliki kemampuan. Kita sebaiknya melihat kriteria-kriteria yang bisa dipergunakan sebagai acuan untuk memilih caleg, tapi semua mengkristal pada 1 hal, yakni track record si caleg tersebut. Pemilih yang bertanggung jawab tidak akan memilih caleg yang “menyuap” dengan janji-janji dan pemberian. Sebaiknya kaum muda kita dapat belajar politik langsung pada para caleg dan turut mengawal pelaksanaan pemilu dengan menjadi relawan.
Dalam memilih kita harus benar benar cerdik. Kita akan berada di bilik suara hanya selama 3 detik, tetapi resikonya akan kita rasakan selama 5 tahun. Apalagi kita sebagai kaum minoritas maka bila kita tidak mau ambil bagian, maka yang akan diuntungkan adalah kelompok penggembira, kelompok hura-hura, termasuk ada beberapa artis yang menjadi caleg dan mereka yang tiba-tiba menjadi caleg tanpa dibekali pengalaman organisasi yang baik.
Kita khususnya kaum muda selayaknya mulai membangun track record yang baik untuk bekal terjun dalam masyarakat yang lebih luas. Untuk itu sebaiknya dalam bergaul jangan membatasi hanya bergaul dengan sesama OMK saja, namun justru kita harus bergaul dengan saudara-saudara kita yang berbeda agama dan terlibat dalam organisasi kepemudaan pada umumnya.
Lantas bagaimana cara menyikapi adanya beberapa caleg dalam sebuah paroki? Kita harus berhitung dan berpikir cerdas. Bila untuk mendukung seorang caleg membutuhkan kira kira 25.000 suara maka kita harus jeli dalam hal ini. Apakah jumlah suara kita mencukupi? Bila tidak bagaimana? Mau tidak mau kita harus mengkristal dalam satu caleg. Kembali kita menilai caleg mana yang mempunyai kapasitas lebih dan mampu mewakili kita nantinya. Hal ini tentu juga tidak mudah dilakukan karena bisa menimbulkan perpecahan. Namun demikian, caleg yang belum beruntung harus legowo menerima keadaan ini dan berpikir jauh kedepan demi masyarakat umum dan bukan demi dirinya sendiri.
Sekali lagi jangan GOLPUT ya!
HWW – Team Komsos